Saturday, December 27, 2014

Mereka bilang Kita "Nggak Peka", Kenapa ?

“Nggak Peka”

              Saat kita melihat
                maka kita perlahan bisa merasakakan
                Apa yang orang lain rasakan
                Saat kita merasakan
                Maka berjuta rasa bisa kita curahkan
                Membantu
                Apa yang mereka butuhkan

Judul pertamanya udah kontroversial dahsyat dan kece, karena dilebayin dikitlah biar rame hehe, apalagi kalau yang galau baca ini so pasti tambah galau!!

Kenapa sih Tuhan, diri ini engkau kasih dengan ketidakpekaan *Wah dusta kesambar petir wkwk, syukuri sekecil apapun yang kita miliki rizki nggak bakal kemana kok udah ada yang ngatur so
Keep Calm and Stay Cool

    Bung, buang dulu semua rasa galaumu mari kita sejenak memikirkan sesuatu yang lebih berarti dari pada hanya sekadar memikirkan cinta, tapi ada beberapa pengakuan besar dalam tulisan ini yak gua, bukanlah orang yang peka-,-, bukan orang yang wanita idam-idamkan untuk menjadi jodoh mereka, tapi (jodoh gua sih udah ada yang ngatur juga so kalem aja haha), karena kekurangan gua yaitu “nggak peka”tidak mengapa ada yang bilang seperti itu juga aku terima dan aku belajar untuk lebih peduli lagi pada orang lain, bahkan pada diri ini sendiri, karena kepekeaan adalah modal awal dari seorang Psikolog (*makasih kutipan kerennya dari orang keren)

Friday, December 12, 2014

Anak Ketagihan Main Game Online, Orang Tua Siapa takut!

                Mereka tumbuh dan berkembang
                Begitu pesat, perkembangan mental dan kognitifnya
                Perlahan mereka mulai menghayati dunia
                Dan tiba akhirnya mencoba untuk memahami dunia
                Dengan Persepsinya

                Ada sebuah fenomena yang cukup menarik untuk dibahas secara mendalam menurut saya, yaitu Fenomena bermain game online pada anak-anak, apalagi bahasan ini akan dilihat dari sudut pandang yang sangat dahsyat luarbiasa yaitu Psikologi, kenapa ? karena kami mempelajari anda, yak anda manusia!.

                Berbicara manusia, maka tidak akan ada habisnya sampai kiamat barulah kami tiada, perkembangan teknologi di zaman Globalisasi ini sangat luarbiasa pesat, dari dulu hp jadul-jadul dari nokia yang keypad-an dan sekarang android touch-touchan, betapa luarbiasa kognitif manusia berkembang menciptakan mahakarya yang dahsyat dan luar biasa, namun apa daya saat perkembangan kognitif kita begitu dahsyat tidak diiringi dengan perkembangan mental, maka penyalahgunaan teknologi akan terjadi dimana-mana dan begitulah yang terjadi pada negeri ini tercinta, Indonesia.

                Lalu fenomena yang menarik tadi sampai mau ketinggalan untuk dibahas, yup fenomena game online pada anak-anak akan seperti apa saat kognitif dan mental mereka tidak berkembang secara seimbangan apa jadinya pada mereka? Lalu bagaimana peran orangtua sebaiknya menghadapi tantangan demikian, mari kita kupas setajam lebih dari silet.

                 Ada beberapa point yang perlu kita garis bawahi pada bahasan kali ini yaitu, fenomena anak bermain game online yang seperti apa, dan anak pada usia berapa tahun kah yang dimaksud, lalu bagaimana sikap kita nantinya yang akan jadi orangtua, karena saya masih jadi calon orangtua, tapi udah gila bicara urusan kayak beginian haha.

                Okeh let’s Think About it !~

                Game online yang dimaksud itu game online yang dapat membuat anak kecanduaan seperti halnya game candy crush, angry birds, perfect world, point blank dan masih banyak lagi game online yang dapat mengakibatkan kecanduaan. Menurut Robert West, kecanduan adalah sebuah kondisi kronis dalam sistem motivasi dalam perilaku mencari hadiah (reward-seeking behaviour) telah menjadi lepas kendali (out of control) (Thyrer, 2008: 2). Lalu anak-anak yang dimaksud disini adalah anak-anak pada tahapan concrete operational yang berusia sekitar 7-11 tahun seperti yang dijelaskan dalam teori perkembangan kognitifnya Piaget, bahwa anak pada tahapan ini selalu menggambarkan imajinasinya konkrit dengan tindakannya, berbeda dengan orang dewasa yang sudah memiliki idealis yang tinggi.

Lalu apa sih yang bikin anak jadi kecanduaan game online ?

Jawaban : setelah gua mencari literatur bahasa Inggris, (ciee tumben) gua menemukan beberapa alasan kenapa anak bisa kecanduaan terhadap bermain game online, alasanya diantaranya:
-          Ternyata anak menjadikan game online sebagai pelariaan dari dunia nyatanya, misalkan saat dia menghadapi masalah yang mengakibatkan dia stress (study tahun 2009, respon sekitar 41 % partisipan).
-          Adanya kesenangan dari bermain game, menurut literature dijelaskan bahwa mereka mendapatkan reward berupa level up dan suara kemenangan yang membuat mereka puas, yang membuat sistem otak kita bekerja secara otomatis untuk mencari kembali reward tersebut, sehinggathought action tendencies kita demikian.
-          Sebagai tempat bersosialisasi, sebab di media sosial tidak ada batasan untuk berinterakasi dengan orang lain.

                Beberapa alasan yang dikemukakan, bisa kita lihat bahwa terjadi perubahan dinamika psikologis dalam perkembangan anak, menghindari atau mengabaikan masalah merupakan salah satu bentuk coping yang dilakukan juga namun menurut Hilgard hal tersebut bukan hal yang baik untuk dilakukan, sebab mereka hanya menghindari tanpa menyelesaikan permasalahan dan itulah yang dikenal dengan istilah MELARIKAN DIRI!! Apa kate dunie kalau anak kite kayak begitu, lari dari kenyataan mencari cinta *eh salah fokus.

Lalu sikap kita sebagai orangtua harus seperti apa ? (padahal belum jadi orangtua, istri aja belum punya :P)
                Dalam  Atkinson & Hilgard’s  Introduction to Psychology 15th Edition, menjelaskan terdapat dua cara untuk menghadapi masalah, yaitu dengan perspektif kognitif dan dengan perspektif behavioristik. Dengan cara kognitif orangtua bisa melakukan beberapa cara berikut ini :
-          Diengagement yaitu dengan menghindarkan anak untuk memikirkan game online, misalkan orangtua mengajak anak-anak jalan ke pantai, dufan, atau memberikan family time misal ngaliwet bareng dan sebagainya.
-          Distraction yaitu dengan mengalihkan pikiran anak dengan pikiran-pikiran menyenangkan lainnya, misalkan orangtua melakukan sesuatu yang anak sukai selain game online, misalkan bersepa bersama.
-          Affect directed yaitu dengan memikirkan kembali tentang masalah tersebut, disini orangtua bertugas untuk membantu anak untuk memikirkan kembali, apakah bermain game online itu baik atau buruk, ajaklah anak berdiskusi hingga anak sadar bahwa potensi serta bakat-bakat dia itu luar biasa, daripada sekadar main game online.
-          Situation directed yaitu memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah, disini peran orang tua sama membantu bagaimana anak sebaiknya agar keluar dari kebiasaan adiksinya bermain game dan mengalihkan pada hal positif lainnya, misal dengan bermain berinteraksi dengan teman-temannya.

                Lalu, dengan cara behavioristik orangtua pun sama menggunakan cara tersebut namun dengan cara yang berbeda, yaitu :
-          Diengagement yaitu dengan menghindarkan anak untuk bermain game online, misal dengan bermain petak umpet.
-          Distraction yaitu dengan mengalihkan perilaku anak dengan bermain sesuatu yang menyenangkan untuk dirinya, misalkan orangtua mengajak dia bermain catur, basket, masak-masakan, dan sebaiknya hindarkan anak dengan bermain game.
-          Affect directed, yaitu dengan membuat anak merasa nyaman dengan keadaan disekitarnya, misalkan nyaman dirumahnya, karena banyak sekali anak yang bermain game online karena tidak betah dirumah, sehingga dia mencari pelampiasaan di luar.
-          Situation directed yaitu melakukan suatu hal untuk menyelesaikan masalah, disini peran orang tua sama membantu bagaimana anak sebaiknya agar keluar dari kebiasaan adiksinya bermain game dan mengalihkan pada hal positif lainnya, misal dengan bermain berinteraksi dengan teman-temannya, atau membatasi bermain game.

           Jika kita melihat kedua perspektif ini, bisa kita lihat bahwa kognitif menjelaskan bagaimana orangtua harus membantu anak untuk lebih membimbing pikiran anak bahwa boleh bermain game online itu tidak apa-apa asalkan tahu batasan, nah mari kita gabungkan dengan perspektif behavior yang menekankan pada tindakan nyata, misalkan ayah akan membatasi adek main game online 1 jam sehari, kalau lebih ayah nggak mau kasih cerita sebelum bobok berikan punishment yang mendidik yaitu punishment yang membuat anak sadar bahwa perbuatannya itu salah dan anak pun sadar dan paham bahwa itu perbuatan yang tidak baik.

           Sebagai orangtua (ciee calon ortu), bukan berarti kita melarang anak untuk bermain game online, tapi kita berusaha untuk menjelaskan pada anak, bahwa bermain game online secara berlebihan itu tidak baik, dan bagi anak yang sudah kecanduaan dalam bermain game online, perlu proses yang cukup panjang agar anak bisa keluar dari zona adiksi tersebut, ingat jangan marahi anaknya dengan menyebut dia bodoh karena main game online tapi marahi anak akan perilakunya! bukan anaknya ingat  tapi perilakunya, dan ingat selalu bahwa proses yang terjadi selalu memerlukan waktu karena manusia itu adalah mahluk ciptaan terkeren yang diciptakan Tuhan dengan segala kompleksitasnya, so yakinlah bahwa kita selaku orangtua akan jadi orangtua yang keren dan dapat menghadapi tantangan ini anak bermain game online, tidak masalah buat kami!.


Sumber Referensi :

Gambar : tagmention.com

Flanagan, Jack. 2014. The psychology of video game addiction, What turns a hobby into a sickness?. (Online).               Available at: http://theweek.com/article/index/255964/the-psychology-of-video-game-addiction (Tanggal         13 Desember 2014)

Noelen Hoeksema, Susan., et al. 2009. Atkinson & Hilgard’s  Introduction to Psychology 15th Edition. USA : Wadsworth Cengage Learning.

Saputra, Ganda. 2013. Fenomena Kecanduan Game Online Pada Remaja. (Online). Available at:                            http://www.academia.edu/8189701/Fenomena_Kecanduan_Game_Online_pada_Remaja. (Tanggal 13                  Desember 2014)